Tampilkan postingan dengan label laporan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label laporan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 15 Desember 2010

laporan Bengkel panel box


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Pekerjaan bengkel salah satunya adalah kerja bangku. Rangkaian kegiatan kerja bangku ini diantaranya membuat pola, memotong, mengikir, melipat dan mengebor. Pekerjaan tersebut memerlukan penguasaan tentang pembelajaran secara praktis mengenai keterampilan mesin. Seorang ahli mesin tidak hanya mamapu menggunakan peralatan kerja tangan , tetapi harus terus-menerus praktik sampai mahir. Kerja bangku merupakan pekerjaan bengkel yang menggunakan peralatan kerja tangan (hand tools) dan merupakan bagian penting dalam pekerjaan di bengkel sehingga peralatan mesin dapat bekerja secara efisien dan ekonomis.
Peralatan kerja tangan harus di gunakan sesuai dengan prosedur yang bener disertai dengan perawatannya, sehingga hasil kerjanya baik dan umur dari peralatan lama. Alasan yang dapat dipertanggungjawabkan  mengapa kita harus memeliharanya adalah peralatan tersebut harus selalu dalam keadaan aman dan kondisi kerja yang baik. Salah satu ahli mesin yang baiak adalah baik menjaga kondisi peralatan yang di gunakannya.

1.2.            Tujuan
Tujuan dari melakukan praktikum ini adalah
1.      Mampu memebuat pola ( layout )dengan baik.
2.      Memiliki keterampilan memotong plat dengan beberapa macam alat potong.
3.      Memahai prinsip dan cara menggergaji dengan baik dan benar.
4.      Memahami prinsip mengikir dengan baik dan benar.
5.      Memiliki keterampilan mengebor.
6.      Memiliki keterampilan merivet plat.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


1.1.            Pengertian Pengerjaan Plat
            Pengerjaan plat adalah pengerjaan membentuk dan menyambung logam lembaran (plat) sehingga sesuai dengan bentuk dan ukuran yang sudah direncanakan. Pengerjaan plat dapat dilakukan dengan menggunakan keterampilan tangan, mesin, atau perpaduan dari keduanya, yang meliputi macam-macam pengerjaan, diantaranya adalah menggunting, melukis, melipat, melubangi, meregang, pengawatan, mengalur, menyambung, dan lain-lain.

1.2.            Alat – Alat Pendukung Pengerjaan Plat
Dalam kerja pelat kita memerlukan sejumlah peralatan pendukung untuk menyelesaikan benda kerja yang akan kita bentuk, peralatan tersebut diantaranya adalah:
a.       Penggores
Ada 3 jenis penggores yang sering digunakan yaitu penggores teknik, penggores saku, dan penggores mekanik

                  Penggores digunakan untuk menggambar bentangan pada permukaan pelat. Penggores yang baik untuk digunakan harus bersudut 250 sampai 300. Penggores (scriber) adalah alat untuk menggores benda kerja (logam) sebagai persiapan untuk dikerjakan atau sebagai gantinya pensil apabila hendak menggambar di atas kertas.
b.      Penitik
Penitik dapat digunakan untuk menitik bagian benda kerja yang akan di bor. Bentuk penitik yang sering digunakan adalah silinder yang dikartel dengan ujung tirus yang bersudut 250 sampai 300.
c.       Mistar baja
Mistar baja ini berfungsi untuk mengukur benda kerja yang berukuran pendek, selain itu juga dapat dipakai untuk membimbing penggoresan dalam melukis batangan pada pelat yang digunakan, ukuran panjang dari mistar baja ini bermacam-macam, ada yang berukuran 30 cm, 60 cm, dan 100 cm.
d.      Mistar siku
Alat ini digunakan untuk menyiku ketelitian dari benda kerja, ukuran panjangnya 30 cm terbuat dari bahan baja.
e.       Kikir
Kikir ini digunakan untuk menghilangkan bagian yang tajam. Pada umumnya pekerjaan yang sederhana akan lebih ekonomis. Kikir terbuat dari baja karon tinggi yang ditempa sesuai dengan panjangnya. Macam-macam kikir antara lain: Kikir Rata, bulat, segi empat, setengah lingkaran, segi tiga, bujur sangkar
f.       Alat Pemotong Manual
Mesin ini digunakan untuk memotong pelat dengan ketebalan maksimal 3 mm dan panjang maksimal 1,5 meter.
g.      Mesin Bending Manual dan Promecam
Mesin ini digunakan untuk melipat atau menekuk pelat kerja yang telah diselesaikan untuk pekerjaan awal. Mampu menekuk pelat dengan tebal maksimum 3 mm dan panjang maksimal 1,5 meter, sedangkan untuk mesin bending promecam untuk pembendingan pelat yang tidak dapat dibending dengan bending manual.


h.      Mesin Bor
Mesin bor digunakan untuk melubangi benda yang akan dikerjakan, dalam hal ini untuk menyambung pelat satu dengan yang lain menggunakan paku keling serta untuk jalan keluar panas pada benda yang dibuat
i.        Gergaji Tangan
merupakan alat pemotong dan pembuat alur yang sederhana, bagian sisinya terdapat gigi-gigi pemotong yang dikeraskan. Bahan daun gergaji pada umumnya terbuat dari baja perkakas (tool steel), baja kecepatan tinggi (HSS/high speed steel), dan baja tungsten (tungsten steel).


1.3.            Langkah Pengerjaan Plat
Dalam melakukan praktek kerja kita harus mengetahui urutan atau langkah-langkah kerja sebagai berikut, antara lain :
a.      Pembuatan Gambar kerja
Langkah awal kerja pelat adalah menggambar. Gambar benda kerja dapat digambar langsung pada pelat yang akan digunakan. Adapun peralatan yang digunakan untuk menggambar tersebut adalah:
1.      Penggores, digunakan untuk menggaris pelat atau menandai sehingga pada pelat terdapat goresan sket bukaan.
2.      Mistar siku, digunakan untuk melihat kesikuan dari garis, dan sudut pelat tersebut.
3.      Mistar baja, digunakan untuk mengukur, menarik garis, serta sebagai pedoman dalam penggoresan.
b.      Melakukan pemotongan pelat
Setelah selesai menggambar pada pelat, langkah selanjutnya adalah melakukan pemotongan menurut garis pada gambar tersebut. Pemotongan dapat dilakukan dengan mesin potong atau dengan menggunakan manual.
c.       Melakukan Penekukan
Setelah pelat yang kita potong dan kita hitung besar pembandingnya, maka langkah berikutnya adalah penekukan pembendingan. Bending dapat kita lakukan baik secara manual dengan mesin bending dan dengan menggunakan palu (dipukul). Penekukan yang diizinkan adalah bagian busur lengkung netral dari luas penekukan.
·        Sumbu penekukan adalah sumbu garis lurus dimana terjadi pembentukan radius sesuai dengan yang diinginkan.
·        Panjang dari sumbu adalah sama dengan lebar benda kerja pada luas penekukan.
·        Radius penekukan adalah radius dari busur dalam
·        Garis penekukan adalah garis imajiner yang dibentuk oleh tangent radius penekukan dengan permukaan bagian dalam.
·        Sudut penekukan adalah sudut yang dibentuk antara dua posisi ekstrim dari radius penekukan.
·        Luas penekukan adalah luas yang tercangkup oleh sudut penekukan.

d.      Assembling
Teknik penyambungan pada kerja pelat dapat dilakukan dalam berbagai cara yaitu:
a.      Menyambung dengan sekrup
b.      Menyambung dengan paku keling
c.      Menyambung dengan lipatan
d.     Menyambung dengan las titik
Penyambungan yang kita lakukan ini sekaligus untuk melakukan pembentukan benda yang akan kita buat. Untuk penyambungan dapat dilakukan sesuai dengan keinginan dan keadaan benda kerja tersebut. Untuk penyambungan dari bagian yang tidak akan dibuka lagi dapat menggunakan sambungan dengan lipatan, paku keling, dan las titik dan untuk bagian yang dibuat untuk dibuka dan ditutup dapat menggunakan sambungan sekrup.

e.       Finished Work (Pengamplasan)2 Peralatan yang digunakan
      Pada tahap ini dilakukan perapihan dan pengecheckan kembali hasil lipatan.Dan juga kembali dilakukan perapihan bagian-bagian dengan menggunakan kikir,gergaji,palu agar memperoleh hasil yang maksimal.Bila dilakukan sesuai dengan perhitungan dan prosedur yang ada maka bagian-bagian tadi akan menyatu membentuk suatu rangka kotak panel.

BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1        Alat dan Bahan Praktikum
A.          Alat praktikum
1.      Penggaris                                          7.   Penitik
2.      Siku-siku                                          8.   Kikir
3.   Penggores                                         9.  Pelipat plat
4.      Gergaji besi                                      10. Obeng plat
5.      Alat dan mesin bor                          
6.      pemotong plat

         B.   Bahan Praktikum
                Bahan yang di gunakan pad praktikum ini adalah plat yang akan di bentuk dengan ukuran 30 cm x 15 cm dan 25 cm x 22 cm.

3.2        Prosedur Praktikum
       Secara garis besar prosedur kerja membuat box panel adalah sebagai berikut:
1.      Membuat pola sesuai dengan ukuran yang ada pada gambar.
2.      Memotong plat sesuai dengan pola yang telah di bentuk.
3.      Mengikir bagian-bagian yang tajam.
4.      Membuat lubang berbentuk kotak pada bagian yang telah ditentukan
5.      Melipat plat sesuai mdengan bentuk yang diinginkan.
6.      Merakit plat menjadi sebuah box panel.
7.      Merivet Panel box yang telah dirakit
Sisa Potongan plat dibuat potongan plat kecil 10 buah dengan ukuran (100 x 20) mm

       Adapun secara terperinci proses pembuatan box panel ini adalah :
A.    Memotong dengan mesin potong
1.      Menyiapkan benda kerja yang akan di pakai untuk membuat panel.
2.      Menandai tempat kerja yang akan di potong.
3.      Menjepit benda kerja dan tempat yang akan di potong pada mesin pemotong.
4.      Memastikan bahwa benda kerja benar-benar tepat untuk di potong.
5.      Mengunci benda pada mesin potong.
6.      Menginjak pedal mesin potong, sehingga benda kerja terpotong.
7.      Melakukan pemotongan lagi pada sisi yang lainnya dengan prosedur seperti sebelumnya.
B. Memotong dengan gergaji besi
1.      Menyiapkan benda kerja yang telah dipotong dengan mesin pemotong dan yang telah dipola sebelumnya serta yang akan di pakai untuk membuat panel.
2.      Menjepit benda kerja dan tempat yang akan di potong dengan menggunakan gergaji besi
3.      Memastikan pitchnya telah sesuai dan arah gergaji mengarah ke depan.
4.      Mengatur tegangan bilah secukupnya.
5.      Menggenggam dan mengayun rangka gergaji.
6.      Memposisikan bilah pada kerja ditempatkan pada bagian  luar garis tanda.
7.      Menggunakan tekanan pada saat mengayun ke depan dan melepaskan tekanan pada saat mengayun ke belakang ( maksimum 50 ayunan / menit ).
8.      Melakukan pemotongan lagi pada sisi yang lainnya dengan prosedur seperti sebelumnya.
D.  Melubangi
1.      Membuat pola kotak kecil pada plat yang telah dipotong, untuk ukuran disesuaikan dengan aturan
2.      Menitik pada bagian terdekat pola menggunakan penitik
3.      Mengebor bagian yang telah dititik menggunakan Mesin bor
4.      Memutuskan plat yang belum terputus dengan mesin bor
5.      Mengikir bagian yang masih tebal atau jauh dari ukuran

C.  Melipat plat dengan mesin lipat.
1.      Menyiapkan benda kerja yang akan di dilipat untuk membuat panel.
2.      Menandai tempat kerja yang akan di lipat.
3.      Menjepit benda kerja yang akan di lipat pada mesin lipat, sesuai dengan pola yang akan dilipat
4.      Memastikan bahwa benda kerja benar-benar tepat untuk di lipat.
5.      Mengunci benda pada mesin lipat
6.      Mengayunkan mesin lipat dengan arah sudut 90 derajat.
7.      Melakukan pelipatan kembali pada sisi yang lainnya dengan prosedur seperti sebelumnya.
D. Merivet
1.      Mengukur bagian yang akan diberi lubang
2.      Melubangi bagian yang akan dirivet menggunakan mesin bor
3.      Merivet dengan alat perivet (butuh tenaga yang kuat)


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN






4.2              Pembahasan
            Selama 2 kali pertemuan dilakukan praktikum membuat panel box di gedung 4 FTIP.  Hal ini di karenakan peralatan dan mesin yang mendukung untuk membuat panel box terdapat di tempat tersebut. Praktikum dilakukan 2 kali pertemuan karena waktunya yang tidak memungkinkan untuk menyelesaikan sebuah panel box dalam 1 kali praktikum (1 x 3 jam). Dalam pembuatan box terdiri dari beberapa tahap, yaitu : membuat pola, memotong, melipat dan merivet.

a.       Membuat pola
            Pada tahap ini dilakukan penggambaran pola rangka pada plat. Penggambaran dilakukan menggunakan penggores agar nampak jelas pada plat yang dapat memudahkan kita pada saat pemotongan dan pelipatan. Untuk membentuk garis yang  menyiku dapat menggunakan penggaris siku. Dalam pembuatan pola harus seteliti mungkin dan jangan sampai terbentuk 2 garis hasil goresan tersebut. Hal itu akan menimbulkan penafsiran ganda

b.      Memotong Plat
            Pemotongan plat dilakukan dengan 2 tahap, yaitu pemotongan bagian yang besar dan pemotongan bagian yang kecil. Untuk pemotongan bagian yang besar digunakan alat pemotong yang besar. Sedangkan untuk bagian – bagian yang kecil digunakan pemotong gergaji besi. Dalam menggunakan gergaji besi harus sesuai dengan cara penggunaan karena di khawatirkan terjadi kepatahan pada besi serta menjaga keselamatan kerja. Praktikan saat melakukan pemotongan dengan menggunakan gergaji terjadi kesalahan, yakni memotong plat tepat di garis pola sehingga mengurangi ukuran kerangka. Hal inilah yang menjadi penyebab masalah dari hasil finishing panel box praktikan menjadi tidak pas.

c.       Pembuatan Lubang kotak kecil
            Lubang kotak ini dibuat dengan cara membuat pola terlebih dahulu kemudian menitiknya. Perhatikan saat penitikan jangan tepat digaris pola karena saat pengeboran akan melebihi batas pola. Lebih baik, saat penitikan berada didalamnya sehingga saat pengeboran tidak akan melebihi batas garis pola. Cara seperti ini terdapat kekurangannya, yaitu : membutuhkan energi lebih banyak untuk mengikir sisa pengeboran yang belum terlubangi. Saat pengeboran perhatikan keselamatan kerja. Baik menggunakan mesin ataupun alat pengebor plat, harus menggunakan kaca mata dan pelindung nadi, karena sering terdapat percikan api dan serbuk plat yang memancar keluar

d.      Melipat Plat
            Plat yang sudah dipotong bagian – bagiannya dan sudah dikikir halus sehingga tidak ada bagian yang tajam, di lipat dengan menggunakan alat lipat. Hal ini dilakukan agar pekerjaan menjadi lebih sederhana dan lebih mudah. Perhatikan saat pelipatan karena praktikan ternyata melakukan kesalahan saat pelipatan, seharusnya, bagian yang dilipat pertama kali adalah bagian yang luas permuakaannya lebih besar kemudian setelah itu bagian yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan bagian yang lebih kecil akan lebih mudah di palu dan tidak membuat rusak pojokan benda. Namun praktikan melakukan pelipatan yang salah sehingga terjadi kerusakan sedikit pada benda (dipojokan sobek) akibat dari pemaluan yang berlebih. Untuk melipat plat yang siku – siku dibutuhkan ketelitian mata karena alat tidak mengatur secara otomatis pelipatan 900

e.       Merivet
            Plat yang sudah di lipat baik bagian bawah maupun bagian atasnya, dihubungkan menjadi satu bagian panel box. Setelah itu, panel box tersebut masih perlu di rivet untuk menghubungkan dan mengencangkan panel box. Untuk merivetnya, lubang bulat kecil yang sudah dibor di masukkan paku rivet sehingga terbentuklah panel box. Perhatikan saat merivet, praktikan sedikit melakukan kesalahan kembali saat merivetm yaitu melakukan perivetan sambil berdiri dan penggunaan rivet yang salah sehingga paku rivet sedikit tertancap miring di panel box. Hal ini menjadi pekerjaan 2 kali karena harus di palu kembali untuk menempelkan rivetnya.
            Asisten dosen meminta agar sisa potongan plat di bentuk potongan plat kecil ukuran 10 x 2 cm sebanyak 10 buah. Saat mempola ukuran plat ini praktikan sedikit melakukan kesalahan yakni menggores banyak garisan pada pola sehingga saat pemotongan menggunakan alat potong sedikit sulit dan terjadilah ukuran potongan plat yang tidak sama. Panel box yang telah terbentuk ternyata tidak sempurna dan terdapat celah – celah sehingga saat potongan plat kecil dimasukkan kedalam box tersebut, dan panel box di geser - geser semuanya bisa keluar dari panel box kembali.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1       Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa
1.      Pembuatan panel box dibutuhkan waktu 2 kali pertemuan untuk membuat panel box
2.      Pembuatan pola menggunakan alat penggores. Dalam pembuatan pola harus seteliti mungkin dan jangan sampai terbentuk 2 goresan
3.      Praktikan melakukan beberapa kesalahan kecil yang mengakibatkan hasil akhir panel box yang terbentuk tidak sempurna dan terdapat celah – celah kecil (tidak tertutup rapat), kesalahan yang terjadi tersebut, yakni  saat pemotongan dengan gergaji dipotong tepat pada garisnya dan saat pelipatan praktikan melipat bagian yang lebih kecil permukaannya terlebih dahulu
4.      Saat penitikan dalam pembuatan lubang kotak, titik tersebut harus berada didalam pola sehingga saat pengeboran tidak akan melebihi batas garis pola. Cara seperti ini terdapat kekurangannya, yaitu : membutuhkan energi lebih banyak untuk mengikir sisa pengeboran yang belum terlubangi (belum terbentuk kotak halus)

                        Saran
Berdasarkan hasil pengalaman praktikum diharapkan untuk kedepannya praktikan lebih teliti dalam melakukan setiap langkah percobaan dan menggunakan alat dan mesin dengan maksimal dan sebaik – baiknya sehingga hasil yang diinginkan bisa tercapai. Selain itu, alat dan mesin di dalam perbengkelan sangat berbahaya bagi tubuh sehingga pakaian keselamatan kerja hendaknya digunakan selalu di dalam ruang laboratorium perbengkelan





LAPORAN PRAKTIKUM
PERBENGKELAN PERTANIAN

KERJA BANGKU
(Membuat Pola, Memotong, Mengikir, Melipat dan Mengebor Panel Box)

 Disusun Oleh :

Nama                  :  Ade Wulan
NPM                  :  240110080091

Praktikum ke                     : 3
Hari, Tgl Praktikum          :  Rabu, 10 Maret 2010
Waktu                               :  Pukul 13.00-16.00 WIB
Asisten                              :  - Dicky Maulana Gunawan
   - Asep Diauddin
                                             - Fidel Harmanda Prima
- Angga Fajar S
- Ginanjar P.A





JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2010

DAFTAR PUSTAKA

Darmodiharjo. 1979. Praktek Alat dan Mesin Pengolahan Hasil Pertanian. Departemen Pendidikan dan Kebidayaan
Hendroprawoko.,1983.Perbengkelan Pertanian. Fakultas Teknik Pertanian Universitas Gajah Mada.
Sudaryanto.2001.Modul Praktikum Perbengkelan Pertanian. Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Pertanian – Universitas Padjadjaran
Wagiyanto, Didik. 2009. Teori Dasar Kerja Bangku. [http://d12x.blog.uns. ac.id/2009/07/15/teori-dasar-kerja-bangku/]. Diakses pada tanggal 12 Maret 2010
Aninomous. 2004. Sheet metal. [http://translate.google.co.id/translate?hl=id &sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Sheet_metal&ei=X5WfS_6IApG0rAeYrPCfDg&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=1&ved=0CA4Q7gEwAA&prev=/search%3Fq%3Dsheet%2Bmetal%2Bworking%26hl%3Did] Diakses pada tanggal 12 Maret 2010
Januar, sutrisno yayan. 2008. Kerja Bangku. [http://januarsutrisnoyayan. wordpress.com/2008/11/29/kerja-bangku/]. Diakses pada tanggal 12 Maret 2010


Minggu, 01 Agustus 2010

sedikit laporan hydro 2


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Para pakar hidrologi dalam melaksanakan pekerjaannya seringkali memerlukan informasi besarnya volume presipitasi rata – rata untuk suatu daerah tangkapan air atau daerah aliran sungai (Chay, 1995). Untuk mendapatkan data curah hujan yang dapat mewakili daerah tangkapan air tersebut diperlukan alat penakar hujan dalam jumlah yang cukup. Dengan semakin banyaknya alat – alat penakar hujan yang dipasang di lapangan diharapkan dapat diketahui besarnya presipitasi rata – rata yang akan menunjukan besarnya presipitasi yang terjadi didaerah tersebut.
            Negara Indonesia merupakan suatu daerah kepulauan yang curah hujannya termasuk yang tertinggi di seluruh dunia (Rismunandi, 1984). Curah hujan daerah satu dengan daerah yang lainnya berbeda – beda tergantung dari kondisi lingkungannya.
            Presipitasi atau Curah hujan adalah unsur iklim yang sangat berubah-ubah dari tahun ke tahun, adalah penting bahwa setiap analisis iklim pertanian mempertimbangkan variabilitas ini dan tidak hanya didasarkan atas nilai rata-rata.
            Angin yang menyebabkan adanya arus udara di sekitar alat ukur presipitasi yang biasanya mengakibatkan penangkapan hujan yang kurang dari seharusnya. Kekurangan tangkapan berkisar antara 0 hingga 50 persen, atau lebih, tergantung pada jenis alat ukur, kecepatan angin, serta keadaan lingkungan setempat.(Rismunandi,1984)
            Hasil pengukuran data hujan dari masing – masing alat pengukuran hujan adalah merupakan data hujan suatu titik (point rainfall). Padahal untuk kepentingan analisis yang diperlukan adalah data hujan suatu wilayah (areal rainfall). Untuk merata- ratakan curah hujan suatu daerah aliran sungai (DAS) ada beberapa meetode. yang sering dipakai yaitu metode rata –rata hitung (Arithmetic mean), Thiessen, Isohyet.


1.2. Tujuan
Tujuan dari melakukan Praktikum ini yakni
1.      Mengetahui Curah hujan rata – rata Daerah Aliran (areal Rainfall)
2.      Memahami cara menentukan luas daerah polygon Theissen dan luas daerah  isohyet
3.      Mampu membuat kontur hujan isohyet
4.      Memahami cara menghitung rata – rata curah hujan Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan cara Isohyet, Theissen, dan rata – rata Hitung
5.      Memahami perbedaan perhitungan rata – rata hujan daerah isohyet dengan curah hujan daerah aliran metode isohyet
6.      Mengetahui ketelitian curah hujan dengan menggunakan isohyet, theissen dan rata – rata hitung

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Presipitasi
            Presipitasi (hujan) merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling penting. Hujan adalah peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke permukaan bumi. Hujan merupakan salah satu komponen input dalam suatu proses dan menjadi faktor pengontrol yang mudah diamati dalam siklus hidrologi pada suatu kawasan (DAS). Peran hujan sangat menentukan proses yang akan terjadi dalam suatu kawasan dalam kerangka satu sistem hidrologi dan mempengaruhi proses yang terjadi didalamnya. Mahasiswa akan belajar tentang bagaimana proses terjadinya hujan, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya, bagaimana karakteristik hujannya dan mempelajari cara menghitung rata-rata hujan pada sutau kawasan dengan berbagai model penghitungan rata-rata hujan.(Bayong, 1999)

2.2. Daerah Aliran Sungai (DAS)
            Suatu DAS adalah daerah yang dianggap sebagai wilayah dari suatu titik tertentu pada suatu sungai dan dipisahkan dari DAS – DAS disebelahnya oleh sutu pembagi (divide), atau punggung bukit/ gunung yang dapat ditelusuri pada peta tofografi. Semua air permukaan yang berasal dari daerah yang dikelilingi oleh pembagi tersebut dialirkan melalui titik terendah pembagi, yaitu tepat yang dilalui oleh sungai utama pada DAS yang bersangkutan. Pada umumnya dianggap bahwa aliran air tanah sesuai pula dengan pembagi – pembagi diatas permukaan tanah, tetapi anggapan ini tidaklah selalu benar dan nyatanya banyak sekali air yang diangkut dari DAS yang satu ke DAS yang lainnya sebagai air tanah (Ray, 1994)

2.3. Perhitungan presipitasi (curah hujan)
Untuk menghitung curah hujan harian, bulanan, tahunan pada suatu tempat, ada 3 metode, yaitu metode rata –rata hitung (Arithmetic mean), Thiessen, Isohyet.
1.      Metode rata- rata – hitung
Metode ini merupakan cara mencari rata – rata curah hujan di dalam suatu daerah aliran dengan cara menjumlahkan tinggi hujan dari semua stasiun dan membaginya dengan jumlah stasiun tersebut, metode ini digunakan pada daerah datar, pos hujan banyak dan sifat hujannya merata, dengan rumus sebagai berikut :
Dimana Ri = besarnya curah hujan (mm) dan
  N = Jumlah pos pengamatan

2.       Metode Theissen
Metode ini ditentukan dengan cara membuat polygon antara pos hujan pada suatu wilayah DAS, kemudian tinggi hujan rata – rata daerah aliran dihitung dari jumlah perkalian antara tiap – tiap luas polygon dan tinggi hujannya dibagi dengan seluruh DAS.metode ini cocok untuk menentukan tinggi hujan rata – rata, apabila pos hujannya tidak banyak dan tinggi hujannya tidak merata, digunakan rumus
 
      Dimana : A1 adalah luas pengaruh dari stasiun i.
      Cara Thiessen ini memberikan hasil yang lebih teliti dari cara aljabar. Akan tetapi penentuan titik pengamatan akan mempengaruhi ketellitian hasil yang didapat. Gambar dibawah ini mendeskripsikan penentuan curah hujan refresentatif dengan cara polygon thiessen


                                  R1                               R2     
                                             A1        A2
                                                    A3
                                                          R3
                                     Gambar 1. Cara Theissen
3.      Metode Isohyet
            Metode Isohyet ditentukan dengna cara menggunakan peta grafis kontur kedalam hujan suatu daerah dan kedalaman hujan rata – rata antara garis isohyet dengan luas antara kedua garis isohyet tersebut, dibagi luas DAS. Metode ini cocok untuk daerah pegunungan dan berbukit – bukit
            Peta Isohyet (tempat kedudukan yang mempunyai kedalam hujan sama) digambar pada peta fotografi berdasarkan data curah hujan pada titik – titik pengamatan yang dimaksud. Luas bagian daerah antara 2 garis isohyet yang berdekatan diukur dengan planimeteri. Curah hujan daerah itu dapat dihitung menurut persamaan sebagai berkut :
Dimana  :     = Curah hujan rata – rata regoinal
                         R1 = Curah hujan rata – rata pada bagian 1
                         A1 =   Luas bagian 1 antara garis isohyet
            Cara ini adalah cara rasional yang terbaik  jika garis – garis isohyet dapat digambar secara teliti. Gambar di bawah ini menggambarkan tentang hujan wilayah cara isohyet

110 mm
                                          S1
                                                                                         90 mm
        110 mm               A1                                  100 mm
                                      S2                                         

                                                         A2               S4           A4
100 mm


                                          A3                    S3

                                                                                                 90 mm
95 mm                                                            95 mm

                                                
Gambar 2. Cara Isohyet

4.      Metode Garis potongan antara (Intersection line methode)
            Cara ini adalah cara untuk menyederhanakan cara isohyet. Garisi potong yang merupakan kotak – kotak pada gambar peta isohyet . curah hujan pada titik -titk perpotongan dihitung dari perbandingan jarak titik itu ke garis – garis isohyet yang terdekat. Harga rata – rata aljabar dari curah hujan pada titik – titik perpotongan diambil sebagai curah hujan daerah. Ketelitian cara ini adalah kurang dari ketelitian cara isohyet.(Suyono, 1980)

5.      Metode dalam-Elevasi (depth – elevation methode)
            Umpamanya curah hujan itu bertambah jika elevasi bertambah tinggi. Dengan demikian, maka dapat dibuatkan diagram mengenai hubungan antara elevasi tititk pengamatan dan curah hujan. Cara ini cocok untu menentukan curah hujan jangka waktu yang panjang seperti curah hujan bulanan, cyrah hujan tahunan dan sebagainya. Terkadang keadaan pegunungan dan arah angin, hubungan antara dalamnya curah hujan dan elevasi itu berbeda – beda dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya. Jika terdapat keadaan ini, maka daerah itu harus dibagi dalam bagian – bagian daerah yang kecil, sehingga hubungan antara dalamnya curah hujan dan elevasi itu dapat diterapkan. Curah hujan pada tiap – tipa bagian daerah yang kecil ini kemudian dihitung lalu dirata- ratakan. (Suyono,1980)

6.      Metode elevasi daerah rata – rata (Mean areal elevation methode)
            Cara ini dapat digunakan jika hubungan antara curah hujan dan elevasi daerah bersangkutan dapat dinyatakan dengan sebuah persamaan linier, curah hujan Ri pada elevasi h, didaerah itu kira – kira dinyatakan dengan persamaan berikut :
Ri = a + b.hi

            Diantara metode perhitungan diatas (rata – rata hitung, Theissen, dan isohyet), cara aritmetik dianggap paling mudah. Pengukuran serempak untuk lama waktu hujan tertentu dari semua alat penakar hujan dijumlahkan, kemudan dibagi dengan jumlah alat penakar hujan yang digunakan akan menghasilkan rata – rata curah hujan daerah pengamatan. Disisi lain, hasil penelitian lapangan menunjukan bahwa cara isohyet lebih teliti, tapi cara perhitungannya memerlukan banyak waktu karena garis – garis isohyet yang baru perlu ditentukan untuk setiap curah hujan. Metode isohyet terutama berguna untuk mempelajari pengaruh curah hujan terhadap perilaku aliran air sungai terutama di daerah dengan tipe hujan orografik. (chay, 1995)








































BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1.      Alat dan Bahan
·         Objek Peta Daerah Aliran Sungai Citanduy
·         Penggaris
·         Busur
·         Alat tulis ( pulpen, pensil, penghapus)
·         Kalkulator
·         Kertas Milimeter blok

3.2.      Prosedure
a.      Rata – rata hitung
               Hujan wilayah didapat dengan menjumlahkan curah hujan pada semua tempat pengukuran selama satu periode tertentu dan membaginya dengan banyaknya tempat pengukuran
b.     Thiessen
·         Stasiun penakar diplot pada sebuah peta.
·         titik penakar hujan terluar saling dihubungkan.
·   dari maing-masing stasiun terluar dihubungkan dengan stasiun yang paling dekat.
·   mencari titik tengah dari tiap garis pengubung antar stasiun, kemudian menarik garis tegak lurus terhadap garis penghubung pada titik tengah yang diperoleh.
·         menentukan garis polygon, yaitu garis yang terbetuk dari langkah
·   Garis Poligon merupakan batas wilayah yang dipengaruhi oleh penakar hujan.
·   hitung luas daerah yang dibatasi oleh polygon dengan menggunakan milimeter blok
·         curah hujan wilayah dihitung dengan persamaan :
c.      Isohyet
·         Menghubungkan masing-masing stasiun terdekat dengan gais lurus.
·   Garis isohyet dibuat dengan cara menginterpolasi garis penghubung antar stasiun sesuai isohyt yang dibuat sehingga diperoleh titik-titik interpolasi yang merupakan titik dengan ketinggian hujan tertentu.
·   Menghubungkan titik-titik interpolasi yang mempuyai ketinggian hujan yang sama.
·   Menghitung luas antara dua isohyt yang berurutan dengan milimeter blok
·   Menghitung tebal hujan rerata antara dua isohyt yang berurutan.
·   Menghitung curah hujan wilayah dengan persamaan :


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.      Hasil

Tabel 1. Data curah hujan tahunan di DAS citanduy
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
8
St.
Pada herang
St.
Gn Putri
St.
Langensari
St. Rawa
Onom
St. Ciamis
Kota
St.
Cimulu
St.
Subang
St.
Panjalu
1989
3178,62
3249,26
2966,71
3107,98
3319,89
3390,53
3037,35
3531,80
1990
2606,82
2664,75
2433,03
2548,89
2722,68
2780,60
2490,96
2896,46
1991
2693,16
2753,01
2513,62
2633,32
2812,86
2872,71
2573,47
2992,40
1992
3102,75
3171,70
2895,90
3033,80
3240,65
3309,60
2964,85
3447,50
1993
2698,83
2758,80
2518,91
2638,86
2818,78
2878,75
2578,88
2998,70
1994
2490,93
2546,28
2325,29
2436,02
2602,11
2655,55
2380,65
2768,20
1995
3650,22
3731,34
3406,87
3569,10
3812,45
3893,57
3487,99
4055,80
1996
2639,99
2698,66
2463,99
2581,32
2757,32
2815,99
2522,66
2933,32
1997
1334,88
1364,54
1246,31
1302,58
1394,21
1423,87
1273,40
1483,70
1998
2246,94
2296,87
2097,14
2197,01
2346,80
2396,74
2147,08
2496,60
1999
2187,27
2235,88
2041,45
2138,66
2284,48
2333,09
2090,06
2430,30
2000
1736,68
1775,27
1620,90
1698,09
1813,86
1852,46
1659,49
1929,64
2001
2433,33
2487,40
2271,11
2379,26
2541,48
2595,55
2325,18
2703,70
2002
1392,37
1423,32
1299,55
1361,43
1454,26
1485,20
1330,49
1547,08
2003
1851,95
1893,10
1728,48
1810,79
1934,26
1975,41
1769,64
2057,72
2004
2521,10
2577,13
2353,03
2465,08
2633,15
2689,18
2409,05
2801,22
2005
3223,10
3294,73
3008,23
3151,48
3366,35
3437,97
3079,85
3581,22
2006
2008,48
2053,12
1873,74
1963,85
2096,81
2142,38
1914,06
2231,65
Rata-rata
2444,3
2498,62
2281,35
2389,86
2552,91
2607,175
2335,28
2715,95






































































Tabel 2. Tabel Stasiun pengamat
No
Stasiun Pengamat
Hujan (mm)
1
St. Langensari
2230
2
St.Subang
2330
3
St.Rawa Onom
2390
4
St.Padaherang
2450
5
St.Gn Putri
2490
6
St.Ciamis Kota
2550
7
St.Cimulu
2600
8
St.Panjalu
2700

1.      Hitung Curah hujan tahunan rata – rata di masing – masing stasiun pengamat
a.       Untuk  Stasiun Padaherang

b.      Untuk Stasiun Gn Putri

c.       Untuk Stasiun Langensari

d.      Untuk Stasiun Rawa Onom

e.       Untuk Stasiun Ciamis Kota

f.       Untuk Stasiun Cimulu

g.      Untuk Stasiun Subang

h.      Untuk Stasiun Panjalu

2.      Hitung curah hujan daerah aliran dengan metode rata –rata hitung

3.      Hitung curah hujan daerah aliran dengan metode thiessen
a.       Tentukan daerah polygon thiessen (lihat Gambar 3)
b.      Hitung luas daerah polygon
AN = A per kotak x Jumlah kotak x skala
A1 = 0,000025 x 41,5 x 250000 = 259.375 m2
A2 = 0,000025 x 61x 250000 = 381.25 m2

A3 = 0,000025 x 39.5 x 250000 = 246.875 m2
A4 = 0,000025 x 28.5 x 250000 = 178.125 m2
A5 = 0,000025 x 29.5 x 250000 = 184.375 m2
A6 = 0,000025 x 30 x 250000 = 187.5 m2
A7 = 0,000025 x 21.5 x 250000 = 134.375 m2
A8 = 0,000025 x 11 x 250000 = 68.75 m2
 Jadi, Luas daerah poligon adalah
Atotal = A1+A2+A3+A4+A5+A6+A7+A8
           = 259.375+381.25+246.875+178.125+184.375+187.5+134.375+68.75
           = 1640.625 m2

c.       Hitung curah hujan daerah aliran dengan metode theissen
2420 mm

4.      Hitung curah hujan daerah aliran dengan metode isohyets
a.       Buat kontur hujan isohyets (lihat gambar 4)
b.      Hitung luas daerah isohyets
An = Luas per kotak x jumlah kotak x skala
A1 = 45 x 0,000025 x 250000 = 281.25 m2
A2 = 65 x 0,000025 x 250000 = 406.25 m2
A3 = 69 x 0,000025 x 250000 = 431.25 m2
A4= 35 x 0,000025 x 250000 = 218.75 m2
A5 = 15 x 0,000025 x 250000 = 93.75 m2
A6 = 27.5 x 0,000025 x 250000 = 171.875 m2
A7 = 20.5 x 0,000025 x 250000 = 128.125 m2
A8 = 11 x 0,000025 x 250000 = 68.75 m2
Jadi, Luas daerah isohyetnya adalah
Atotal        = A1+A2+...+A8
                  = 281.25+406.25+...+68.75
                  = 1800 m2

c.       Hitung rata- rata hujan daerah isohyet
1=R1/A1=(2.23)/(281.25) = 7.93 mm
2=R2/A2=(2.33)/(406.25)= 5.74 mm
3=R3/A3=(2.39)/(431.25)= 5.54 mm
4=R4/A4 =(2.45)/(218.75)=11.2 mm
5=R5/A5=(2.49)/(93.75)= 26.56 mm
6=R6/A6=(2.55)/(171.875)=14.84mm
7=R7/A7=(2.6)/(128.125)=20.29 mm
8=R8/A8=(2.7)/(68.75)=39.27 mm


d.      Hitung curah hujan daerah aliran dengan metode isohyet
2406 mm

            Pembahasan
            Dalam praktikum ini praktikan diminta untuk menghitung jumlah curah hujan wilayah yang mewakili wilayah yang luas (Citanduy). Metode yang digunakan antara lain metode rata-rata hitung, metode Polygon Thiessen, dan metode garis Isohyet. Ketiganya mempunyai cara yang berbeda dalam menentukan jumlah curah hujan suatu wilayah. Pada metode rata-rata rata – rata hitung, curah hujan diperoleh dengan menjumlahkan curah hujan dari masing-masing stasiun kemudian dibagi dengan banyaknya jumlah stasiun penangkar hujan.
            Dari ketiga metode pengukur curah hujan wilayah, metode rata-rata hitung merupakan cara yang paling sederhana dan mudah digunakan. Namun, tingkat ketelitian dari metode ini sangat rendah. Metode rata-rata hitung pada umunya hanya dipergunakan untuk daerah dengan variasi hujan yang sekecil mungkin. Dari hasil pengamatan sebanyak 18 stasiun penangkar hujan diperoleh hasil curah hujan adalah 2478.18 mm. Hasil perhitungan yang diperoleh dengan cara rata-rata hitung ini hampir sama dengan cara lain apabila jumlah stasiun pengamatan cukup banyak dan tersebar. merata di seluruh wilayah. Keuntungan perhitungan dengan cara ini adalah lebih obyektif.
            Metode yang kedua adalah Polygon Thiessen. Langkahnya adalah menghubungkan tiga stasiun penakar terdekat dengan pola segitiga, kemudian diambil garis tegak lurus terhadap masing-masing sisi kemidian garis tegak lurus tersebut dihubungkan dengan garis lainnya sehingga membentuk sebuah pola wilayah yang masing-masing mempunyai satu stasiun penakar hujan. Untuk menghitung luas digunakan kertas millimeter blok agar lebih mudah. Setelah luas diperoleh maka dicari besarnya curah hujan tiap poligon dengan besarnya curah hujan yang ada pada masing-masing poligon. Kemudian hasilnya dijumlah dan dibagi dengan total luas wilayah. Dari hasil perhitungan diperoleh curah hujan wilayah 2420 mm.
            Metode poligon Thiessen dapat dilakukan pada daerah yang memiliki distribusi penakar hujan yang tidak merata atau seragam dengan mempertimbangkan luas daerah pengaruh dari masing-masing penakar. Pada metode ini dianggap bahwa pada data curah hujan dari suatu tempat pengamatan dapat dipakai pada daerah pengaliran di sekitar tempat itu. Metode poligon Thiessen ini akan memberikan hasil yang lebih teliti daripada cara rata-rata aljabar, akan tetapi penentuan stasiun pengamatan dan pemilihan ketingggian akan mempengaruhi ketelitian hasil. Metode ini termasuk memadai untuk menentukan curah hujan suatu wilayah, tetapi hasil yang baik akan ditentukan oleh sejauh mana penempatan stasiun pengamatan hujan mampu mewakili daerah pengamatan.
            Metode yang ketiga adalah Isohyet (garis ketinggian hujan yang sama). Metode ini dipandang lebih baik tetapi bersifat subyektif dan tergantung pada keahlian, pengalaman dan pengetahuan pemakai terhadap sifat curah hujan di wilayah setempat. Perhitungan dilakukan dengan menghitung luas wilayah yang dibatasi garis isohyet melalui millimeter blok. Curah hujan wilayah dihitung berdasarkan jumlah perkalian antara luas masing-masing bagian isohyet dengan curah hujan dari setiap wilayah yang bersangkutan kemudian dibagi luas total daerah tangkapan air Caranya adalah mencari interpolasi bagi jarak yang tidak sama sehingga akan didapat titik-titik yang akan mempunyai curah hujan yang sama. Kemudian titik-titik tersebut dihubungkan dan pada akhirnya akan membentuk garis-garis yang memilah masing-masing ketinggian. Untuk mencari luasannya sama dengan metode Poligon Thiessen yaitu melalui kertas millimeter blok. Setelah itu didapat hasil perhitungan curah hujan yaitu sebesar 2406 mm.
            Metode ini dapat menjadi tidak akurat jika garis isohyet tidak teliti dalam membuatnya dan pengukuran luas di millimeter pun kurang telliti. Hasil yang bebeda dengan data yang sama diperoleh dari ketiga metode tesebut. Untuk metode rata-rata hitung dan metode Isohyt selisih hasilnya cukup tipis, sedangkan dengan hasil dari metode Polygon Thiessen diperoloeh selisih hasil yang cukup banyak.
            Dari sini kita dapat mengetahui adanya kesalahan dalam penghitungan ketiga metode tersebut. Dalam menentukan luas dengan millimeter blok sering kali terjadi kesalahan karena banyak yang menentukan luasnya dengan kira – kira sehingga akan mempengaruhi perhitungan. Selain itu, kesalahan bisa terjadi saat menggambar polygon, saat menentukan garis-garis isohyet dan polygon pada saat menentukan banyaknya luasan pada gambar sketsa.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
1.      Hasil perhitungan dengan metode rata – rata hitung sebesar 2478.18 mm.
2.      Hasil perhitungan dengan metode poligon Thiessen sebesar 2420 mm.
3.       Hasil perhitungan dengan metode Isohyet sebesar 2406 mm.
4.      Metode Isohyet merupakan metode yang mempunyai hasil yang paling valid. Dalam metode ini besarnya luas daerah yang mempunyai tebal curah hujan yang sama sangat diperhitungkan sehingga hasil yang diperoleh lebih teliti.
5.      Metode rata-rata hitung mempunyai tingkat ketelitian yang paling rendah. Metode ini cocok untuk daerah yang curah hujannya merata dan mempunyai perbedaan curah hujan yang kecil.
6.      Pada metode Polygon Thiessen lebih teliti jika dibandingkan dengan metode rata-rata hitung karena perhitungan hujan wilayah memperhatikan luas area tangkapan hujan pada masing-masing stasiun sehingga hujan wilayah yang didapat meruakan rata-rata hujan wilayah per luas area tangkapan. 
DAFTAR PUSTAKA


(1)   Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai. Gajah Mada University Press : Yogyakarta
(2)   Linsley, Ray K, Joseph B.Franzini, dan Ir. Djoko Sasongko. M.Sc. 1994. Teknik Sumber Daya Air ( Jilid 1.Edisi 3). Erlangga : Jakarta
(3)   Rasimunandar. 1984. Air Fungsi dan Kegunaannya Bagi Pertanian. Sinar Baru Bandung : 1984
(4)   Sosrodarsono, Suyono, Ir. 1980. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradyna Paramita : Jakarta
(5)   Bayong, 1999. http://Mayong%20Personal%20Site%20%C2%BB%204. Presipitasi.htm diakses pada tanggal 18 oktober 2009
(6)   Anonim. 2008. Panduan Praktikum Agroklimatologi. Laboratorium Teknik Sumber Daya Alam Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.