Minggu, 01 Agustus 2010

sedikit laporan hydro 2


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Para pakar hidrologi dalam melaksanakan pekerjaannya seringkali memerlukan informasi besarnya volume presipitasi rata – rata untuk suatu daerah tangkapan air atau daerah aliran sungai (Chay, 1995). Untuk mendapatkan data curah hujan yang dapat mewakili daerah tangkapan air tersebut diperlukan alat penakar hujan dalam jumlah yang cukup. Dengan semakin banyaknya alat – alat penakar hujan yang dipasang di lapangan diharapkan dapat diketahui besarnya presipitasi rata – rata yang akan menunjukan besarnya presipitasi yang terjadi didaerah tersebut.
            Negara Indonesia merupakan suatu daerah kepulauan yang curah hujannya termasuk yang tertinggi di seluruh dunia (Rismunandi, 1984). Curah hujan daerah satu dengan daerah yang lainnya berbeda – beda tergantung dari kondisi lingkungannya.
            Presipitasi atau Curah hujan adalah unsur iklim yang sangat berubah-ubah dari tahun ke tahun, adalah penting bahwa setiap analisis iklim pertanian mempertimbangkan variabilitas ini dan tidak hanya didasarkan atas nilai rata-rata.
            Angin yang menyebabkan adanya arus udara di sekitar alat ukur presipitasi yang biasanya mengakibatkan penangkapan hujan yang kurang dari seharusnya. Kekurangan tangkapan berkisar antara 0 hingga 50 persen, atau lebih, tergantung pada jenis alat ukur, kecepatan angin, serta keadaan lingkungan setempat.(Rismunandi,1984)
            Hasil pengukuran data hujan dari masing – masing alat pengukuran hujan adalah merupakan data hujan suatu titik (point rainfall). Padahal untuk kepentingan analisis yang diperlukan adalah data hujan suatu wilayah (areal rainfall). Untuk merata- ratakan curah hujan suatu daerah aliran sungai (DAS) ada beberapa meetode. yang sering dipakai yaitu metode rata –rata hitung (Arithmetic mean), Thiessen, Isohyet.


1.2. Tujuan
Tujuan dari melakukan Praktikum ini yakni
1.      Mengetahui Curah hujan rata – rata Daerah Aliran (areal Rainfall)
2.      Memahami cara menentukan luas daerah polygon Theissen dan luas daerah  isohyet
3.      Mampu membuat kontur hujan isohyet
4.      Memahami cara menghitung rata – rata curah hujan Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan cara Isohyet, Theissen, dan rata – rata Hitung
5.      Memahami perbedaan perhitungan rata – rata hujan daerah isohyet dengan curah hujan daerah aliran metode isohyet
6.      Mengetahui ketelitian curah hujan dengan menggunakan isohyet, theissen dan rata – rata hitung

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Presipitasi
            Presipitasi (hujan) merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling penting. Hujan adalah peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke permukaan bumi. Hujan merupakan salah satu komponen input dalam suatu proses dan menjadi faktor pengontrol yang mudah diamati dalam siklus hidrologi pada suatu kawasan (DAS). Peran hujan sangat menentukan proses yang akan terjadi dalam suatu kawasan dalam kerangka satu sistem hidrologi dan mempengaruhi proses yang terjadi didalamnya. Mahasiswa akan belajar tentang bagaimana proses terjadinya hujan, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya, bagaimana karakteristik hujannya dan mempelajari cara menghitung rata-rata hujan pada sutau kawasan dengan berbagai model penghitungan rata-rata hujan.(Bayong, 1999)

2.2. Daerah Aliran Sungai (DAS)
            Suatu DAS adalah daerah yang dianggap sebagai wilayah dari suatu titik tertentu pada suatu sungai dan dipisahkan dari DAS – DAS disebelahnya oleh sutu pembagi (divide), atau punggung bukit/ gunung yang dapat ditelusuri pada peta tofografi. Semua air permukaan yang berasal dari daerah yang dikelilingi oleh pembagi tersebut dialirkan melalui titik terendah pembagi, yaitu tepat yang dilalui oleh sungai utama pada DAS yang bersangkutan. Pada umumnya dianggap bahwa aliran air tanah sesuai pula dengan pembagi – pembagi diatas permukaan tanah, tetapi anggapan ini tidaklah selalu benar dan nyatanya banyak sekali air yang diangkut dari DAS yang satu ke DAS yang lainnya sebagai air tanah (Ray, 1994)

2.3. Perhitungan presipitasi (curah hujan)
Untuk menghitung curah hujan harian, bulanan, tahunan pada suatu tempat, ada 3 metode, yaitu metode rata –rata hitung (Arithmetic mean), Thiessen, Isohyet.
1.      Metode rata- rata – hitung
Metode ini merupakan cara mencari rata – rata curah hujan di dalam suatu daerah aliran dengan cara menjumlahkan tinggi hujan dari semua stasiun dan membaginya dengan jumlah stasiun tersebut, metode ini digunakan pada daerah datar, pos hujan banyak dan sifat hujannya merata, dengan rumus sebagai berikut :
Dimana Ri = besarnya curah hujan (mm) dan
  N = Jumlah pos pengamatan

2.       Metode Theissen
Metode ini ditentukan dengan cara membuat polygon antara pos hujan pada suatu wilayah DAS, kemudian tinggi hujan rata – rata daerah aliran dihitung dari jumlah perkalian antara tiap – tiap luas polygon dan tinggi hujannya dibagi dengan seluruh DAS.metode ini cocok untuk menentukan tinggi hujan rata – rata, apabila pos hujannya tidak banyak dan tinggi hujannya tidak merata, digunakan rumus
 
      Dimana : A1 adalah luas pengaruh dari stasiun i.
      Cara Thiessen ini memberikan hasil yang lebih teliti dari cara aljabar. Akan tetapi penentuan titik pengamatan akan mempengaruhi ketellitian hasil yang didapat. Gambar dibawah ini mendeskripsikan penentuan curah hujan refresentatif dengan cara polygon thiessen


                                  R1                               R2     
                                             A1        A2
                                                    A3
                                                          R3
                                     Gambar 1. Cara Theissen
3.      Metode Isohyet
            Metode Isohyet ditentukan dengna cara menggunakan peta grafis kontur kedalam hujan suatu daerah dan kedalaman hujan rata – rata antara garis isohyet dengan luas antara kedua garis isohyet tersebut, dibagi luas DAS. Metode ini cocok untuk daerah pegunungan dan berbukit – bukit
            Peta Isohyet (tempat kedudukan yang mempunyai kedalam hujan sama) digambar pada peta fotografi berdasarkan data curah hujan pada titik – titik pengamatan yang dimaksud. Luas bagian daerah antara 2 garis isohyet yang berdekatan diukur dengan planimeteri. Curah hujan daerah itu dapat dihitung menurut persamaan sebagai berkut :
Dimana  :     = Curah hujan rata – rata regoinal
                         R1 = Curah hujan rata – rata pada bagian 1
                         A1 =   Luas bagian 1 antara garis isohyet
            Cara ini adalah cara rasional yang terbaik  jika garis – garis isohyet dapat digambar secara teliti. Gambar di bawah ini menggambarkan tentang hujan wilayah cara isohyet

110 mm
                                          S1
                                                                                         90 mm
        110 mm               A1                                  100 mm
                                      S2                                         

                                                         A2               S4           A4
100 mm


                                          A3                    S3

                                                                                                 90 mm
95 mm                                                            95 mm

                                                
Gambar 2. Cara Isohyet

4.      Metode Garis potongan antara (Intersection line methode)
            Cara ini adalah cara untuk menyederhanakan cara isohyet. Garisi potong yang merupakan kotak – kotak pada gambar peta isohyet . curah hujan pada titik -titk perpotongan dihitung dari perbandingan jarak titik itu ke garis – garis isohyet yang terdekat. Harga rata – rata aljabar dari curah hujan pada titik – titik perpotongan diambil sebagai curah hujan daerah. Ketelitian cara ini adalah kurang dari ketelitian cara isohyet.(Suyono, 1980)

5.      Metode dalam-Elevasi (depth – elevation methode)
            Umpamanya curah hujan itu bertambah jika elevasi bertambah tinggi. Dengan demikian, maka dapat dibuatkan diagram mengenai hubungan antara elevasi tititk pengamatan dan curah hujan. Cara ini cocok untu menentukan curah hujan jangka waktu yang panjang seperti curah hujan bulanan, cyrah hujan tahunan dan sebagainya. Terkadang keadaan pegunungan dan arah angin, hubungan antara dalamnya curah hujan dan elevasi itu berbeda – beda dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya. Jika terdapat keadaan ini, maka daerah itu harus dibagi dalam bagian – bagian daerah yang kecil, sehingga hubungan antara dalamnya curah hujan dan elevasi itu dapat diterapkan. Curah hujan pada tiap – tipa bagian daerah yang kecil ini kemudian dihitung lalu dirata- ratakan. (Suyono,1980)

6.      Metode elevasi daerah rata – rata (Mean areal elevation methode)
            Cara ini dapat digunakan jika hubungan antara curah hujan dan elevasi daerah bersangkutan dapat dinyatakan dengan sebuah persamaan linier, curah hujan Ri pada elevasi h, didaerah itu kira – kira dinyatakan dengan persamaan berikut :
Ri = a + b.hi

            Diantara metode perhitungan diatas (rata – rata hitung, Theissen, dan isohyet), cara aritmetik dianggap paling mudah. Pengukuran serempak untuk lama waktu hujan tertentu dari semua alat penakar hujan dijumlahkan, kemudan dibagi dengan jumlah alat penakar hujan yang digunakan akan menghasilkan rata – rata curah hujan daerah pengamatan. Disisi lain, hasil penelitian lapangan menunjukan bahwa cara isohyet lebih teliti, tapi cara perhitungannya memerlukan banyak waktu karena garis – garis isohyet yang baru perlu ditentukan untuk setiap curah hujan. Metode isohyet terutama berguna untuk mempelajari pengaruh curah hujan terhadap perilaku aliran air sungai terutama di daerah dengan tipe hujan orografik. (chay, 1995)








































BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1.      Alat dan Bahan
·         Objek Peta Daerah Aliran Sungai Citanduy
·         Penggaris
·         Busur
·         Alat tulis ( pulpen, pensil, penghapus)
·         Kalkulator
·         Kertas Milimeter blok

3.2.      Prosedure
a.      Rata – rata hitung
               Hujan wilayah didapat dengan menjumlahkan curah hujan pada semua tempat pengukuran selama satu periode tertentu dan membaginya dengan banyaknya tempat pengukuran
b.     Thiessen
·         Stasiun penakar diplot pada sebuah peta.
·         titik penakar hujan terluar saling dihubungkan.
·   dari maing-masing stasiun terluar dihubungkan dengan stasiun yang paling dekat.
·   mencari titik tengah dari tiap garis pengubung antar stasiun, kemudian menarik garis tegak lurus terhadap garis penghubung pada titik tengah yang diperoleh.
·         menentukan garis polygon, yaitu garis yang terbetuk dari langkah
·   Garis Poligon merupakan batas wilayah yang dipengaruhi oleh penakar hujan.
·   hitung luas daerah yang dibatasi oleh polygon dengan menggunakan milimeter blok
·         curah hujan wilayah dihitung dengan persamaan :
c.      Isohyet
·         Menghubungkan masing-masing stasiun terdekat dengan gais lurus.
·   Garis isohyet dibuat dengan cara menginterpolasi garis penghubung antar stasiun sesuai isohyt yang dibuat sehingga diperoleh titik-titik interpolasi yang merupakan titik dengan ketinggian hujan tertentu.
·   Menghubungkan titik-titik interpolasi yang mempuyai ketinggian hujan yang sama.
·   Menghitung luas antara dua isohyt yang berurutan dengan milimeter blok
·   Menghitung tebal hujan rerata antara dua isohyt yang berurutan.
·   Menghitung curah hujan wilayah dengan persamaan :


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.      Hasil

Tabel 1. Data curah hujan tahunan di DAS citanduy
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
8
St.
Pada herang
St.
Gn Putri
St.
Langensari
St. Rawa
Onom
St. Ciamis
Kota
St.
Cimulu
St.
Subang
St.
Panjalu
1989
3178,62
3249,26
2966,71
3107,98
3319,89
3390,53
3037,35
3531,80
1990
2606,82
2664,75
2433,03
2548,89
2722,68
2780,60
2490,96
2896,46
1991
2693,16
2753,01
2513,62
2633,32
2812,86
2872,71
2573,47
2992,40
1992
3102,75
3171,70
2895,90
3033,80
3240,65
3309,60
2964,85
3447,50
1993
2698,83
2758,80
2518,91
2638,86
2818,78
2878,75
2578,88
2998,70
1994
2490,93
2546,28
2325,29
2436,02
2602,11
2655,55
2380,65
2768,20
1995
3650,22
3731,34
3406,87
3569,10
3812,45
3893,57
3487,99
4055,80
1996
2639,99
2698,66
2463,99
2581,32
2757,32
2815,99
2522,66
2933,32
1997
1334,88
1364,54
1246,31
1302,58
1394,21
1423,87
1273,40
1483,70
1998
2246,94
2296,87
2097,14
2197,01
2346,80
2396,74
2147,08
2496,60
1999
2187,27
2235,88
2041,45
2138,66
2284,48
2333,09
2090,06
2430,30
2000
1736,68
1775,27
1620,90
1698,09
1813,86
1852,46
1659,49
1929,64
2001
2433,33
2487,40
2271,11
2379,26
2541,48
2595,55
2325,18
2703,70
2002
1392,37
1423,32
1299,55
1361,43
1454,26
1485,20
1330,49
1547,08
2003
1851,95
1893,10
1728,48
1810,79
1934,26
1975,41
1769,64
2057,72
2004
2521,10
2577,13
2353,03
2465,08
2633,15
2689,18
2409,05
2801,22
2005
3223,10
3294,73
3008,23
3151,48
3366,35
3437,97
3079,85
3581,22
2006
2008,48
2053,12
1873,74
1963,85
2096,81
2142,38
1914,06
2231,65
Rata-rata
2444,3
2498,62
2281,35
2389,86
2552,91
2607,175
2335,28
2715,95






































































Tabel 2. Tabel Stasiun pengamat
No
Stasiun Pengamat
Hujan (mm)
1
St. Langensari
2230
2
St.Subang
2330
3
St.Rawa Onom
2390
4
St.Padaherang
2450
5
St.Gn Putri
2490
6
St.Ciamis Kota
2550
7
St.Cimulu
2600
8
St.Panjalu
2700

1.      Hitung Curah hujan tahunan rata – rata di masing – masing stasiun pengamat
a.       Untuk  Stasiun Padaherang

b.      Untuk Stasiun Gn Putri

c.       Untuk Stasiun Langensari

d.      Untuk Stasiun Rawa Onom

e.       Untuk Stasiun Ciamis Kota

f.       Untuk Stasiun Cimulu

g.      Untuk Stasiun Subang

h.      Untuk Stasiun Panjalu

2.      Hitung curah hujan daerah aliran dengan metode rata –rata hitung

3.      Hitung curah hujan daerah aliran dengan metode thiessen
a.       Tentukan daerah polygon thiessen (lihat Gambar 3)
b.      Hitung luas daerah polygon
AN = A per kotak x Jumlah kotak x skala
A1 = 0,000025 x 41,5 x 250000 = 259.375 m2
A2 = 0,000025 x 61x 250000 = 381.25 m2

A3 = 0,000025 x 39.5 x 250000 = 246.875 m2
A4 = 0,000025 x 28.5 x 250000 = 178.125 m2
A5 = 0,000025 x 29.5 x 250000 = 184.375 m2
A6 = 0,000025 x 30 x 250000 = 187.5 m2
A7 = 0,000025 x 21.5 x 250000 = 134.375 m2
A8 = 0,000025 x 11 x 250000 = 68.75 m2
 Jadi, Luas daerah poligon adalah
Atotal = A1+A2+A3+A4+A5+A6+A7+A8
           = 259.375+381.25+246.875+178.125+184.375+187.5+134.375+68.75
           = 1640.625 m2

c.       Hitung curah hujan daerah aliran dengan metode theissen
2420 mm

4.      Hitung curah hujan daerah aliran dengan metode isohyets
a.       Buat kontur hujan isohyets (lihat gambar 4)
b.      Hitung luas daerah isohyets
An = Luas per kotak x jumlah kotak x skala
A1 = 45 x 0,000025 x 250000 = 281.25 m2
A2 = 65 x 0,000025 x 250000 = 406.25 m2
A3 = 69 x 0,000025 x 250000 = 431.25 m2
A4= 35 x 0,000025 x 250000 = 218.75 m2
A5 = 15 x 0,000025 x 250000 = 93.75 m2
A6 = 27.5 x 0,000025 x 250000 = 171.875 m2
A7 = 20.5 x 0,000025 x 250000 = 128.125 m2
A8 = 11 x 0,000025 x 250000 = 68.75 m2
Jadi, Luas daerah isohyetnya adalah
Atotal        = A1+A2+...+A8
                  = 281.25+406.25+...+68.75
                  = 1800 m2

c.       Hitung rata- rata hujan daerah isohyet
1=R1/A1=(2.23)/(281.25) = 7.93 mm
2=R2/A2=(2.33)/(406.25)= 5.74 mm
3=R3/A3=(2.39)/(431.25)= 5.54 mm
4=R4/A4 =(2.45)/(218.75)=11.2 mm
5=R5/A5=(2.49)/(93.75)= 26.56 mm
6=R6/A6=(2.55)/(171.875)=14.84mm
7=R7/A7=(2.6)/(128.125)=20.29 mm
8=R8/A8=(2.7)/(68.75)=39.27 mm


d.      Hitung curah hujan daerah aliran dengan metode isohyet
2406 mm

            Pembahasan
            Dalam praktikum ini praktikan diminta untuk menghitung jumlah curah hujan wilayah yang mewakili wilayah yang luas (Citanduy). Metode yang digunakan antara lain metode rata-rata hitung, metode Polygon Thiessen, dan metode garis Isohyet. Ketiganya mempunyai cara yang berbeda dalam menentukan jumlah curah hujan suatu wilayah. Pada metode rata-rata rata – rata hitung, curah hujan diperoleh dengan menjumlahkan curah hujan dari masing-masing stasiun kemudian dibagi dengan banyaknya jumlah stasiun penangkar hujan.
            Dari ketiga metode pengukur curah hujan wilayah, metode rata-rata hitung merupakan cara yang paling sederhana dan mudah digunakan. Namun, tingkat ketelitian dari metode ini sangat rendah. Metode rata-rata hitung pada umunya hanya dipergunakan untuk daerah dengan variasi hujan yang sekecil mungkin. Dari hasil pengamatan sebanyak 18 stasiun penangkar hujan diperoleh hasil curah hujan adalah 2478.18 mm. Hasil perhitungan yang diperoleh dengan cara rata-rata hitung ini hampir sama dengan cara lain apabila jumlah stasiun pengamatan cukup banyak dan tersebar. merata di seluruh wilayah. Keuntungan perhitungan dengan cara ini adalah lebih obyektif.
            Metode yang kedua adalah Polygon Thiessen. Langkahnya adalah menghubungkan tiga stasiun penakar terdekat dengan pola segitiga, kemudian diambil garis tegak lurus terhadap masing-masing sisi kemidian garis tegak lurus tersebut dihubungkan dengan garis lainnya sehingga membentuk sebuah pola wilayah yang masing-masing mempunyai satu stasiun penakar hujan. Untuk menghitung luas digunakan kertas millimeter blok agar lebih mudah. Setelah luas diperoleh maka dicari besarnya curah hujan tiap poligon dengan besarnya curah hujan yang ada pada masing-masing poligon. Kemudian hasilnya dijumlah dan dibagi dengan total luas wilayah. Dari hasil perhitungan diperoleh curah hujan wilayah 2420 mm.
            Metode poligon Thiessen dapat dilakukan pada daerah yang memiliki distribusi penakar hujan yang tidak merata atau seragam dengan mempertimbangkan luas daerah pengaruh dari masing-masing penakar. Pada metode ini dianggap bahwa pada data curah hujan dari suatu tempat pengamatan dapat dipakai pada daerah pengaliran di sekitar tempat itu. Metode poligon Thiessen ini akan memberikan hasil yang lebih teliti daripada cara rata-rata aljabar, akan tetapi penentuan stasiun pengamatan dan pemilihan ketingggian akan mempengaruhi ketelitian hasil. Metode ini termasuk memadai untuk menentukan curah hujan suatu wilayah, tetapi hasil yang baik akan ditentukan oleh sejauh mana penempatan stasiun pengamatan hujan mampu mewakili daerah pengamatan.
            Metode yang ketiga adalah Isohyet (garis ketinggian hujan yang sama). Metode ini dipandang lebih baik tetapi bersifat subyektif dan tergantung pada keahlian, pengalaman dan pengetahuan pemakai terhadap sifat curah hujan di wilayah setempat. Perhitungan dilakukan dengan menghitung luas wilayah yang dibatasi garis isohyet melalui millimeter blok. Curah hujan wilayah dihitung berdasarkan jumlah perkalian antara luas masing-masing bagian isohyet dengan curah hujan dari setiap wilayah yang bersangkutan kemudian dibagi luas total daerah tangkapan air Caranya adalah mencari interpolasi bagi jarak yang tidak sama sehingga akan didapat titik-titik yang akan mempunyai curah hujan yang sama. Kemudian titik-titik tersebut dihubungkan dan pada akhirnya akan membentuk garis-garis yang memilah masing-masing ketinggian. Untuk mencari luasannya sama dengan metode Poligon Thiessen yaitu melalui kertas millimeter blok. Setelah itu didapat hasil perhitungan curah hujan yaitu sebesar 2406 mm.
            Metode ini dapat menjadi tidak akurat jika garis isohyet tidak teliti dalam membuatnya dan pengukuran luas di millimeter pun kurang telliti. Hasil yang bebeda dengan data yang sama diperoleh dari ketiga metode tesebut. Untuk metode rata-rata hitung dan metode Isohyt selisih hasilnya cukup tipis, sedangkan dengan hasil dari metode Polygon Thiessen diperoloeh selisih hasil yang cukup banyak.
            Dari sini kita dapat mengetahui adanya kesalahan dalam penghitungan ketiga metode tersebut. Dalam menentukan luas dengan millimeter blok sering kali terjadi kesalahan karena banyak yang menentukan luasnya dengan kira – kira sehingga akan mempengaruhi perhitungan. Selain itu, kesalahan bisa terjadi saat menggambar polygon, saat menentukan garis-garis isohyet dan polygon pada saat menentukan banyaknya luasan pada gambar sketsa.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
1.      Hasil perhitungan dengan metode rata – rata hitung sebesar 2478.18 mm.
2.      Hasil perhitungan dengan metode poligon Thiessen sebesar 2420 mm.
3.       Hasil perhitungan dengan metode Isohyet sebesar 2406 mm.
4.      Metode Isohyet merupakan metode yang mempunyai hasil yang paling valid. Dalam metode ini besarnya luas daerah yang mempunyai tebal curah hujan yang sama sangat diperhitungkan sehingga hasil yang diperoleh lebih teliti.
5.      Metode rata-rata hitung mempunyai tingkat ketelitian yang paling rendah. Metode ini cocok untuk daerah yang curah hujannya merata dan mempunyai perbedaan curah hujan yang kecil.
6.      Pada metode Polygon Thiessen lebih teliti jika dibandingkan dengan metode rata-rata hitung karena perhitungan hujan wilayah memperhatikan luas area tangkapan hujan pada masing-masing stasiun sehingga hujan wilayah yang didapat meruakan rata-rata hujan wilayah per luas area tangkapan. 
DAFTAR PUSTAKA


(1)   Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai. Gajah Mada University Press : Yogyakarta
(2)   Linsley, Ray K, Joseph B.Franzini, dan Ir. Djoko Sasongko. M.Sc. 1994. Teknik Sumber Daya Air ( Jilid 1.Edisi 3). Erlangga : Jakarta
(3)   Rasimunandar. 1984. Air Fungsi dan Kegunaannya Bagi Pertanian. Sinar Baru Bandung : 1984
(4)   Sosrodarsono, Suyono, Ir. 1980. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradyna Paramita : Jakarta
(5)   Bayong, 1999. http://Mayong%20Personal%20Site%20%C2%BB%204. Presipitasi.htm diakses pada tanggal 18 oktober 2009
(6)   Anonim. 2008. Panduan Praktikum Agroklimatologi. Laboratorium Teknik Sumber Daya Alam Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.